Karena hidup tidak hanya menarik nafas, tetapi juga menarik makna di balik fakta...

.

Tuesday, May 17, 2011

ZONK!!!

“Passion lo apa nop?” Sepenggal kalimat pendek menohok menghujam membombardir perasaan keluh di hati (ealahh…). Malem-malem dapet bbm kayak gitu bikin mikir abiss cuyy..

Dengan lugu mepet-mepet dungu, gue ketik ‘ga tau’. Eaaaa…Gue tau nih bakal panjang urusannya karena temen gue kental banget passionnya di musik and he’s really so talented!!!

Selang beberapa menit, gue lihat tweetnya “suka ngerasa kasian ada orang yang lupa passionnya apa.” (something’s like that lah yah tweetnya, search timeline-nya dia lama)

Mulailah gue berpikir menaikkan harga diri gue sebagai seorang manusia. Gue langsung ngetik ambisius emosional di bb. Ngambarrr…(Attention please! Huruf ‘R’ nya harus banyak seakana berteriak), trus present sesuatu lewat omongan komunikatif, trus gue pengen bikin novel, trus gue suka memanage sesuatu (note it! Bahasa halusnya jadi bos), gue pengen belajar bahasa mandarin (yaelah inggris ajah belapetan cuih..) biar bisa jadi tour guide (cita-cita sejuta umat supaya bisa keliling dunia zzzz..)

Nggak kalah cadas yang beda jauh ma cerdas, temen gue bales ‘lah banyak amat?’. Toeng… emang passion nggak boleh banyak? Pelit lo!

Pikir dipikir, logis juga yah. Trus yang gue kerjain sekarang bukan passion dong? Seakan menjawab pikiran gue, dia bales ‘bisa yah lo kerja yang buka passion lo?’ ehmm.. gue mulai ngerasa nih orang berguru ma Ki Joko Bodo.

“Nggak kok. Gue suka kerjaan gue. Mobilisasi tinggi yang gue suka, mengatur sana-sini, menulis, ngasih ide. Cuma produk-produknya ajah yang nggak gue cintai sepenuh hati. Buanyaknya nggak karu-karuan dan membutuhkan daya ingat yang besar ntuk mengingat tiap detil bagiannya.”

“Tapi jujur passion gue sebenanya di gambar. Bisa ga tidur seharian buat kelarin. Kalo lagi pengen harus langsung ngerjain kalo nggak ide titisan langit itu lenyap dimakan angin.”

“Seniman banget lo. sama kayak gue. Gue juga kalo mau bikin lagu langsung di komputer kantor nulis-nulis not lagu” bah, tepok tangan meriah di atas kepala gue bagi keteguhan hati teman gue ini.

Passion?

Ehmm…

Is there anyone can help me to define what passion is?

Passion kalo menurut gue sesuatu yang ingin sekali dikejar. Dulu SMP, selalu ranking 1, belajar mati-matian, begadang, selalu bikin PR, matematika selalu dapet 10 (kalo dapet 8 nangis eaaaa), nggak pernah bolos walau sakit meriang demam mengigil, paling sering dicontekin PR ma ulangannya di kelas (dan paling pelit ngasih jawaban), selalu jadi yang pertama ngumpulin hasil ulangan di kelas, kejar nilai UAN paling tinggi dan masuk SMA unggulan ke-Jakarta Barat (anjrit nih orang kalo nggak jadi presiden, berpotensi jadi calo tiket. Serem abesss)

SMA? pengen masuk kelas unggulan (yang akhirnya masuk kelas pendamping unggulan), dapet ranking 7 di SMA unggulan se-Jakarta Barat pas tahun pertama, masuk jurusan IPA dan terdaftar di kelas unggulan kimia (nilai kimia di raport kelas 1 gue 9,1) di tahun kedua dan di tahun ketiga mulai freak ma yang namanya UAN dan SPMB. Nilai 3 mata pelajaran gue di UAN pun 9 semua.

Ikut bimbungan belajar GANESHA OPERATIONS kelar sekolah, ikut try out, beli buku soal-soal SPMB iseng-iseng sore gue kerjain ampe halaman terakhir, ambil keputusan terbesar dalam hidup yaitu melepas jurusan IPA tercinta menjadi jurusan IPS demi jurusan yang tak juga saya sesali sampai sekarang. Seratus dua puluh persen meninggalkan pelajaran Matematika dan Kimia yang saya kagumi, mencoba memahami apalah artinya belajar Sejarah (hoekss…. Prinsip gue yang berlalu biarlah berlalu) dan tertarik belajar Ekonomi dan Geografi.

Saking freaknya di kelas bimbingan untuk kelas IPS gue udah kelar ngerjain semua soal Matematika, sedangkan guru masih sibuk nerangin langkah satu persatu 5 soal pertama (maklum gue freak yang namanya Matematika, nggak mau kalah, dan emang di kelas IPA udah diajarin lebih dulu). Anak-anak yang lain di kelas itu yang paling gue inget sibuk nanya warna baju Prom lo apa. Beuhhh.. (bahkan gue ga pernah ngerasai Prom Night. Nggak antusias.)


Jebol tes Seleksi Pemilihan Mahasiswa Beruntung (SPMB) yang dibarengi derai air mata sekeluarga antara bangga dan sedih melepas gue ngekost di Depok. Masa-masa kuliah gue udah nggak sefreak dulu. Santai , anteng. IPKnya rata-rata (yah dan emang mentok segitu). Hingga salah satu senior yang paling tak disangka, tak diduga lulus cepat hanya 3,5 tahun (hal yang membanggakan di jurusan waktu itu). Berkatalah ia “lo harus milih. Mau 3,5 IPK lo ato 3,5 tahun lulus lo.”

Berhubung IPK kagak nyampe segitu, ambisius sumpah pemudi ikrar janji setia pun dimulai. Peperangan emosional dan batin pun dimulai. Di semester tujuh yang menandakan ketujuh kalinya judul skripsi gue ditolak dan pembimbing skripsi sempat mengundurkan diri karena nggak sanggup ma gue (yang apa-apa serba buru-buru, it explains everything now). Dapet kata-kata pedas dan kritikan itu biasa. Lelah dan bingung apa yang harus diisi di skripsi tebal biar ikutan dipajang di rak-rak Jurusan. Mengejar dosen dan narasumber udah jadi senjata perang.

Kemudian semua mengalir sesuai jalannya. Mendapat topik yang paling gue banget yaitu ‘Jurnalisme Investigasi’, dapet link ke Trans TV, mulai belajar menulis sistematis dan berkesinambungan, telaten dan belajar menganalisis masalah dan akhirnya bertogalah saya awal Januari 2010. Yes, impian saya tercapai. Lulus 3,5 tahun. Kemudian lo mau ngapain nop?

ZONK!!!

Ngak ada lagi yang mau saya kejar sekarang. Lupa dengan antusias menggebu-gebu, ngotot, penasaran, dan pantang menyerah. Lupa caranya belajar..
Intinya lupa passion gue apa 

Novie yang lupa dengan passionnya
17/5/2011

Baju Hitam, Bendera Kuning















Melintasi Jalan Panjang, berpacu melebihi kecepatan normal
Menjadi yang paling depan
Membuka jalan untuk Yang Terakhir, menutup jalan bagi Yang Menuju Terakhir
Menuju TPU Joglo..

Baju hitam, bendera kuning…

Di balik jaket yang dikenakan, ada kaos hitam yang saya pakai.
Di balik genggaman tangan, ada bendera kuning saya kibarkan.

Baju hitam, bendera kuning…

Sabtu malam (14/5), saya mendapat broadcast message kabar dukacita ayah teman SMP saya meninggal. Kemudian semua berjalan begitu cepat hingga saya tidak ingat detilnya. Teman dekat saya yang lain menjemput, kemudian tibalah saya di rumah teman saya itu. Banyak tangisan, banyak teriakan. Rintihan yang membuat saya ingin menangis 

Beberapa kali saya dan teman saya itu nongkrong bersama dengan teman-teman yang lain. Keabisan ide mau kemana, kami pun memilih Kota Tua, Monas dan Taman Menteng. Nongkrong-nongkrong, makan-makan hingga subuh. Kami lumayan dekat, keluarga kami saling kenal. Dia salah satu teman yang tahu bagaimana transformasi bentuk tubuh saya. Dari yang dulu membulat hingga sekarang… membundar!!

Setelah berdoa Rosario dan ibadat sabda, semua teman SMP saya berkumpul mengelilinginya. Ada 7 orang di antara kami dan hanya saya yang wanita. Berpelukan, memegang tangannya, membelai bahunya. Bingung harus berkata apa 
Ayahnya meninggal di pesawat ketika sedang terbang ke Solo bersama ibunya. Mereka berencana menjenguk orang tua mereka yang juga sudah mulai sakit-sakitan dan rindu ingin melihat anaknya. Jantung ayahnya memang sudah mulai melemah dan sering bolak-balik ke rumah sakit, tampaknya pun sudah tak cukup kuat melakukan penerbangan pesawat. “Yang paling sedih gue liat, dia itu kalo tidur malem-malem harus ngadep ke bawah, liat dinding. Kalo nggak, yah nggak bisa tidur, sesak katanya. Kalo siang baik-baik ajah malah. Biasanya nggak gituh, dulu sebelum kerja di pabrik yang sekarang, justru siangnya sesak terus, malemnya bisa tidur.” Suara pelan teman saya yang sayup-sayup mulai tak terdengar akhir kalimatnya.

Semua teman saya pun berkata “lo sekarang kepala keluarga ris. Harus kuat. Inget kepala keluarga!“ Ehm.. baru kali ini saya mendengar pembicaraan antar pria yang serius. Mungkin kalau saya yang diberitahu seperti itu, tangis saya akan lebih kencang. Lain dengan teman saya yang justru menarik napas dalam dan menghapus air matanya. Tanggung jawab seorang lelaki.

Adiknya perempuan yang nomor dua justru terlihat sebaliknya, dia berdiri tegak denan mata bengkak menerima bela sungkawa. Meski umurnya masih sekitar 20 tahun. Terlihat sekali ia paling tegar. Sedangkan adik perempuan yang ketiga dan juga paling kecil sangat terpukul, ia berteriak ‘mau ikut papa’ berulang kali. Kira-kira usianya 17 tahun. Maklum hari itu tepat dia berulang tahun 

Masih segar, bersenda gurau, makan-makan merayakan adiknya berulang tahun sebelum ayahnya benar-benar ‘mengudara’. Teman saya sendiri yang mengantar ke bandara. Sedih rasanya.

Hingga jam 2 pagi, kami masih bersama hingga kami semua pamit pulang dan berjanji besok akan ke sana lagi sebelum jenazah datang dari Solo. Namun salah satu dari kami tetap tinggal menginap di rumahnya. Sempat teman SMP saya itu mengajak main capza (yang terus saya bales dengan kata ‘sableng’). Semakin banyak saudara yang datang. Semakin banyak rintihan.

Baju hitam, bendera kuning..

Dan di sinilah saya, di Jalan Panjang, dibonceng salah satu teman saya menuju ke TPU Joglo. Berusaha mengalahkan motor-motor lain untuk menjadi yang terdepan agar jalan terbuka untuk ambulans yang membawa jenazah. Melambai-lambaikan bendera kuning agar diberi jalan, menunggu 5 mobil pribadi dan 4 metromini agar juga diberi jalan. Sekitar 40an sepeda motor ikut menemani di depan, belakang dan samping iring-iringan. Almarhum dikenal orang yang sangat baik di lingkungannya. Setelah iring-iringan melewati kami, motor pun mengebut liar terus membuka jalan agar Yang Terakhir mendapat jalan yang lapang untuk beistirahat.

Baju hitam, bendera kuning..

Gerimis di hari yang terik. Mengikuti proses pemakaman. Menyanyikan lagu gereja yang menyiratkan ia telah ‘hidup’ bersamaNya. Melihat istri dan anak-anaknya almarhum menangis dan menebar bunga di tanah merah yang lembek. Kuburan-kuburan yang sudah ada bertahun-tahun yang lalu diinjak-injak. Merinding melihat teman saya berlutut di bawah nisan ayahnya seselesai prosesi terakhir. Bergantian teman-teman saya memeluknya dan memegang ibunya takut-takut pingsan. Hari itu pun saya menangis.

Baju hitam, bendera kuning..

Silih berganti orang-orang berkata ‘papa sudah tidak ada sekarang yah.’ Kepada adik yang paling kecil

Baju hitam, bendera kuning..

Memohon diberi kesempatan lebih banyak untuk membahagiakan orangtua dan membuat mereka bangga

Baju hitam, bendera kuning..

Doa saya menyertai kepergian beliau..

Novie
17/5/2011

Sunday, May 8, 2011

Yes, We're On The Track

Bangun lebih pagi sebelum alarm 'berbunyi', membuang semua isi lambung dan usus, mengecek twitter, bersih-bersih, pakai soflens adalah rutinitas pagi saya. Rapi diri, rapi sana rapi sini, berangkat kemudian sampai kantor. Keluar rumah memulai hari seperti biasa.. seharusnya..

Namun ada yang berbeda di hari ini sampai saya bertemu 2 anak kecil di seberang gang rumah. Keduanya anak perempuan. Yang satu berambut panjang lurus, bermata besar, bermuka khawatir, meremas kaus lusuhnya dengan genggaman kecilnya. Yang menarik dari anak ini, ia memiliki potongan poni yang miring atau sama sekali tidak rata.

Anak perempuan yang satunya lagi malah jauh berbeda. Dia berambut panjang keriting, matanya kecil, tertawa-tawa, teriak-teriak, lompat-lompat. yang saya lihat dia memegang 2 koin Rp. 500,- perak.

Hati nurani saya menyeruak ketika sang anak berambut keriting berteriak-teriak, lompat-lompat sambil berkata "Ayo nyebrang!!!" sambil menunjuk jalanan di depannya yang sepi. tapi anak berambut kurus justru diam dan matanya menyiratkan kepanikkan.

Kuberanikan diri membantu mereka menyebrang, niatku. Kemudian saya pun menghampiri mereka.
Kakak kepo(KK) : "Dek, mau nyebrang?"
Adik manis berambut lurus (AMBL) : (menggelengkan kepala) "Kakak, mobil merah itu sampai pesing ga?" (menunjuk salah satu angkutan umum)
KK : "Nggak, yang ke sana warna kuning. mau ke pesing yah?"
AMBL : "Iyah mau main ke rumah teman."
KK : "Yaudah ikut kakak ajah, kakak searah ke sana"

Kemudian tak berapa lama, si mobil kuning pun datang. sepanjang perjalanan. Kedua anak tersebut semakin menunjukkan muka khawatir dan bingung. terus melihat jalan. seakan bertanya "lagi-dimana-nih-gue-sekarang-semoga-kakak-cantik-ini-tidak-menculik-saya". muka bereka bertambah khawatir ketika bis metromini di belakang mobil berhenti mepet seakan-akan mau menabrak mobil kuning ini. Terus melihat gedung-gedung dan rumah sambil mengenali jalan kurasa.

Mereka terlihat kebingungan dan panik. Terlihat sangat kecil di jalanan yang agak besar ini. Sama seperti saya yang terlihat terlalu kecil untuk dunia ini. Sometimes i feel that i'm too small for this world...

Saya mempunyai kebiasaan anti sosial ketika hendak di jalan hendak berangkat ke kantor. Bengong, melihat perilaku ibu-ibu berpakaian kerja rapi dan tok hitam ketat, memandang kosong jalan raya adalah hobi terpendam saya. Tetapi melihat kedua anak kecil ketakutan menjadi sebuah inspirasi tersendiri saya. Begitu kecil hingga bingung harus berbuat apa. Sama dengang saya yang begitu kecil, tidak tahu arah, hanya pergi ke tempat Dia menunjukkan instruksi ketika saya bertanya kepadaNya.

Mereka, kedua anak perempuan tersebut, terlalu kecil hingga bingung harus kemana. meski saya sudah menunjukkan arahnya dan mereka berada di tempat yang benar dan searah dengan tujuan mereka. tetap saja banyak kekhawatiran tersirat di wajah mereka.

Berkaca pada mereka, saya yang selalu ditunjukkan arah tetapi tetap saja selalu banyak kekhawatiran. Apakah ini salah? apakah saya seharusnya tidak begini, tidak begitu? Yah, saya sudah berada di 'track' atau angkutan yang benar. Yang sudah Ia persiapkan. Tetapi kenapa selalu ada kekhawatiran dalam benak saya?

Takut-takut salah. takut-takut nyasar... kenapa harus takut?

We'are on the track!!! Yes, track Dia.















Sungguh refleksi pagi yang inspiratif dari-Nya di kala galau menyerang sehari-hari ini.

Kemudian tak berapa lama, mereka terlihat rileks.

Kemudian si anak perempuan berambut lurus bermuka panik ini bertanya ke anak perempuan satunya lagi "kamu tau daerahnya kan?" si anak rambut keriting mengganguk. kemudian mereka mengobrol beberapa kali dan tertawa.

Tak lama kemudian, masuklah pemuda berheadphone besar yang merokok di depan dua anak ini. merasa saya melihatnya terus dia pun mulai mematikan rokoknya.

Kakak kepo pun mulai mengajak mereka berbicara lagi.
KK : "kalian kakak adik?"
AMBL : "Nggak"
KK : "Kok nggak sekolah dek?"
ANBL & Anak manis berambut keriting : "lagi pere' kakk" (ucap mereka hampir berbarengan)
ANBK : "Abia bosen kak di rumah nggak ada teman. jadi main ke rumah teman"

Merasakan saya sebentar lagi saya akan turun, saya pun mulai memberikan instruksi apa yang harus mereka lakukan selanjutnya. Tersenyum sebentar, turun dari angkutan untuk menunggu angkutan lain.

Yes, we're on the track.

Inspirasi dan refleksi bisa datang darimana saja dan dalam bentuk apa saja. Semisal hari ini, datang dari dua anak perempuan. aah.. sayang saya lupa menanyakan nama mereka. Terima kasih adik yang telah memberi kakak sebuah 'arah'.

Novie
09/05/11